Berita Jakarta — Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) dalam dua tahun terakhir berbeda dengan tahun sebelumnya, masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat untuk memeriahkan HAN 2021 dengan mengedepankan perlindungan bagi anak sesuai Tema yang diangkat tahun ini “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.
“Kita tengah berjuang melawan penyebaran Covid-19. Namun itu tidak boleh menyurutkan semangat kita untuk memeriahkan Hari Anak Nasional. Peringatan HAN kali ini jadi momen pengingat kita semua untuk menghadirkan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak, dan tidak ada satu anak pun yang boleh tertinggal dalam mendapatkan hak belajarnya,” tutur Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Jumeri, saat mengisi acara peringatan HAN 2021 secara Daring, Jumat (23/7).
Diakui Dirjen Jumeri, di masa pandemi Covid-19 dunia anak menjadi berkurang karena interaksi yang sebelumnya didapatkan dari sesama temannya menjadi terbatas. “Ini tantangan bagi kita semua. Oleh sebab itu penting adanya kolaborasi guru dan orang tua dalam memastikan dunia anak tetap luas dan kaya lewat hadirnya lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan untuk anak,” tutur Jumeri.
Dirjen Jumeri menilai, seluruh masyarakat dapat bergerak bersama dengan dua cara, yang pertama adalah kemitraan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan orang tua. “Ini adalah dasar utama yang perlu dibangun. Pendidik dan orang tua adalah sumber belajar dan mitra pengajar. Pendidik dan orang tua harus produktif meningkatkan kemampuan pedagogi. Orang tua dapat memperkaya muatan ajar dengan sumber daya di rumah, termasuk dialog yang menimbulkan kelekatan, rasa percaya, dan rasa aman, serta menyenangkan, ” ujar Jumeri. Menurutnya, dialog akan membangun kemampuan komunikasi, nalar, menyimak, dan mengajak anak berpikir kritis.
“Jadikanlah lingkungan anak kaya keaksaraan dengan ragam media yang kaya teks dan gambar untuk memperkaya pemahaman anak tentang dunia. Salah satunya adalah dengan membacakan buku pada anak. Sudah banyak penelitian yang menemukan manfaat membacakan buku untuk anak,” ucap Jumeri.
Riset Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 2020, kata Dirjen Jumeri, menemukan bahwa anak usia lima tahun yang dibacakan buku oleh orangtuanya, punya kemampuan empati dan prososial dan mampu mengatur emosi lebih tinggi dibandingkan anak di kelompok usia yang sama tetapi tidak dibacakan buku. Di samping itu, Dirjen Jumeri juga menekankan perlunya peningkatan akses bacaan buku oleh anak untuk melawan kesenjangan di tiap daerah.
Kemendikbudristek terus mengajak berbagai pihak membantu meningkatkan kesempatan belajar dengan berbagai aktivitas literasi. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti menumbuhkan lingkungan keaksaraan dengan membacakan buku bagi anak, bagi para pakar untuk mendampingi pendidik dan orang tua mengasah dan menyusun kegiatan belajar mengajar berbasis buku bacaan anak, serta meningkatkan akses anak kepada buku bacaan yang sesuai. “Sekolah bisa menjadi perpustakaan yang dapat diakses orang tua yang membutuhkan,” tambah Jumeri.
Diakui Dirjen Jumeri, Ia percaya bahwa aksi ini dapat dijalankan dengan baik melalui kolaborasi berbagai mitra, gerakan masyarakat sipil, komunitas guru PAUD, dan keluarga. “Bergerak bersama adalah kunci bagi tiap anak usia dini mendapatkan haknya menavigasi dunia dengan lebih baik di masa depan,” tegas Dirjen Jumeri.
*Literasi, Bukan Sekadar Calistung*
Pakar literasi, Sofie Dewayani, menegaskan bahwa literasi bukanlah hanya baca, tulis, dan hitung (calistung). “Kegiatan bercerita bagi anak usia dini harus selalu dihidupkan di rumah. Ajak mereka bicara dalam bahasa daerah, bahasa nasional, maupun bahasa lainnya. Kemudian, dekatkan juga akses buku dengan anak-anak,” tutur Sofie.
“Tentunya, buku bacaan harus sesuai umur anak, serta punya gambar dan cerita imajinatif. Ini supaya anak bisa berkelana di dunia imajinasi sekaligus membangun minat baca mereka, supaya mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat,” tegas Sofie.
Senada dengan itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), psikolog, pembawa acara anak, dan pemilik sekolah Homeschooling Kak Seto, Seto Mulyadi, menekankan bahwa literasi bukanlah sekadar calistung. “Literasi adalah memaknai membaca situasi, bagaimana berkomunikasi, bergaul, menghormati dan menghargai, untuk membentuk karakter Pelajar Pancasila, misalnya, bagaimana bekerja sama dengan kakak, adik, dan orang tua di rumah, gotong royong, mandiri, dan kreatif,” tutur Kak Seto.
Sementara itu, Bunda PAUD dan Istri Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya Ridwan Kamil, mengungkapkan bahwa Jawa Barat ingin memunculkan solusi yang menjawab masalah dari akarnya. “Kita tahu bahwa Indonesia masih punya masalah indeks membaca dan 80% provinsi di Indonesia darurat literasi karena minimnya akses,” jelas Atalia.
Diakuinya, Jawa Barat mencari solusi agar sumber bacaan mudah diakses masyarakat, yang kemudian dijawab dengan munculnya inovasi Kotak Literasi Cerdas (Kolecer). “Kami menghadirkan Kolecer di tempat-tempat yang dilewati banyak orang, misalnya pelataran masjid, taman-taman, dan kantor. Jadi, masyarakat bisa dengan mudah mendapat akses bacaan,” jelas Atalia.
Dirinya juga menyoroti minimnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan akibat akses sulit, yaitu ada pada angka 23,09% (Balitbang dan Perbukuan Kemendikbudristek). Selain itu, data Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menemukan bahwa masyarakat Indonesia lebih suka membaca dari gawai, dan masyarakat juga lebih suka membuka media sosial dibandingkan membaca buku.
Oleh karenanya, Provinsi Jawa Barat berinovasi dengan perpustakaan digital yang di dalamnya terdapat ribuan buku elektronik, bernama Maca Dina Digital Library (Candil). “Ini pakai Bahasa Sunda, supaya orang mudah mengenalinya,” jelas Atalia. Dirinya juga menilai bahwa literasi keluarga di rumah sangat didorong pemerintah provinsi Jawa Barat.
“Kami menguatkan kolaborasi dengan pegiat literasi di masyarakat, duta-duta baca kami di 27 kabupaten/ kota. Ini tidak mudah, karena kita sambil berjuang melawan pandemi,” ungkap Atalia. Namun, Ia juga menegaskan perlunya teladan orang tua dalam berliterasi. “Anak adalah peniru ulung. Budaya literasi dan gemar membaca bisa dibangun karena mereka melihat lingkungan, termasuk orang tua. Kalau orang tua suka baca, anak akan meniru,” jelas Atalia.
Pada kesempatan ini, Bunda PAUD dan Istri Pelaksana Tugas (Plt.) Wali Kota Tasikmalaya, Rukmini Muhammad Yusuf, menekankan perlu adanya PAUD berkualitas di setiap daerah, untuk mempersiapkan anak-anak selaku generasi masa depan yang baik. Diakui dirinya, untuk mewujudkan hal tersebut, menjadi tugas Bunda PAUD untuk melakukan kerja sama dengan berbagai pihak mewujudkan PAUD berkualitas.
“Tasikmalaya punya program unggulan SIUDIN, Literasi Usia Dini. Program ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu Dongeng untuk Anak Usia Dini Bersama Komunitas (Donita), yang digelar di luar pembelajaran PAUD. Donita adalah layanan storytelling dengan menghadirkan anak ke perpustakaan umum Tasikmalaya dan diselingi menyanyi dan game interaktif antara pendongeng dengan peserta,” jelas Rukmini. Ini semua dilakukan, lanjut Rukmini, agar budaya baca anak tumbuh sejak dini sekaligus menyadarkan masyarakat akan pentingnya peran orang tua.
“Kegiatan kedua adalah Sosialisasi Minat Baca Masyarakat, atau disingkat Simbara. Ini upaya edukasi orang tua untuk sadar berliterasi dan pentingnya mendampingi anak ke perpustakaan, dan menjadi teladan minat baca bagi anak-anak. Kami berikan materi-materi terkait. Kami juga ingin orang tua sadar manfaat dongeng bagi anak usia dini,” tutur Rukmini yang juga sepakat akan pentingnya pojok baca pada tempat tinggal tiap keluarga.
Sementara itu, Kepala Sekolah PAUD Nurul Qolbu Bogor, Kiswanti, mengatakan bahwa banyak membaca pada anak menumbuhkan empati. Ia pun membagikan ilmu yang penting bagi anak PAUD selain membaca. “Kami juga menyarankan anak-anak belajar menggunting, tentunya dengan pengawasan. Ajarkan anak memisahkan kertas yang sudah digunting berdasarkan bentuk. yang jelas, orang tua tidak hanya sekadar menyuruh anak belajar, tapi harus juga terlibat mengajar dan jadi teladan pembelajaran sepanjang hidup,” terang Kiswanti;
Orang tua anak usia dini sekaligus Pegiat Membaca Nyaring (Read Aloud), I Gusti Ngurah Pandu Wijaya, mengatakan bahwa hadiah paling berharga adalah ketika putrinya, Carita, tumbuh mencintai buku. Sebagai ayah, Ia membiasakan diri membacakan buku pada Carita dengan suara nyaring (reading aloud). Teknik ini lazim digunakan serta bermanfaat mendorong konsentrasi, imajinasi, perkembangan bahasa, sekaligus mendekatkan anak dengan orang tua.
“Apapun yang kita ceritakan, Carita mulai muncul rasa ingin tahu dan bertanya. Kami buatkan sudut rak buku dengan ornamen-ornamen hewan, warna-warna cerah, sehingga menarik. Kami lengkapi juga dengan aktivitas menyenangkan yang berkembang dari buku bacaan, agar proses membacanya juga jadi menyenangkan,” jelas Pandu yang mengakui Ia bergantian membacakan buku bagi buah hati dengan istrinya.
“Carita suka gambar, jadi saya gambarkan hewan di buku cerita. Harapan kami, anak-anak jika diberikan kebiasaan membaca konsisten, difasilitasi, dan menyenangkan, pasti ada manfaat luar biasa bagi tumbuh kembangnya,” pungkas Pandu.(Js)