Tak Ikut Lelang, PT SJK Garap Proyek Rp 4,8 M

BARAK NEWS.BANTEN – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan prasarana pengamanan pantai normalisasi Karangantu Tahun 2012 senilai Rp 4,8 miliar mulai terungkap.
Kasus dugaan korupsi yang menyeret Kepala DSDAP Provinsi Banten Iing Suargi dan pengusaha Iyus Priatna itu ternyata sudah bermasalah saat mengikuti proses pelelangan.
Ketua Majelis Hakim Jesden Purba yang memimpin sidang dibuat heran. Sebab, perusahaan yang tidak mengikuti lelang dan tidak memenuhi kualifikasi justru menjadi pemenang. “Saya tidak tahu (pekerjaan siapa). Saya tahunya setelah dipanggil penyidik pekerjaan ini dikerjakan oleh PT Surtini Jaya Kencana. Saya lihat kontrak bukan tanda tangan saya. Ada tanda tangan, tapi itu bukan tanda tangan saya,” kata Direktur PT Surtini Jaya Kencana (SJK), Endang Suhardiredja saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa (1/3/2016).
Ketua Majelis Hakim lantas mempertanyakan jumlah tenaga ahli di PT Surtini Jaya Kencana yang diloloskan panitia lelang sebagai pemenang. “Berapa tenaga ahli di bidang konstruksi, jumlah insiyurnya berapa orang?” tanya Jesden. “Saya tidak tahu,” jawabnya.
Mendengar jawaban itu, Jesden Purban kaget. Ia mengungkapkan, perusahaan PT Surtini Jaya Kencana itu asal-asalan atau tidak memenuhi kualifikasi sebagai perusahaan konstruksi. “Kok begini? Direktur itu bertanggung jawab keluar dan dalam perusahaan berdasarkan undang-undang perseroan terbatas,” ujar Jesden.
Meski banyak mengakui tidak tahu perusahaannya dinyatakan sebagai pemenang, namun Endang Suhardiredja mengatakan sebelum mengikuti lelang ia diperintahkan oleh komisaris perusahaan Ratu Irma Suryani untuk menemui Dadang Prijatna, tangan kanan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
“Saya ditelefon Ratu Irma, disuruh menghadap Pak Dadang di kantor PT Bali Pacific di Lontar, Serang. Saya dikasih berkas, di situ ada orang dinas juga. Saya dikasih berkas, disuruh mengakui pekerjaan itu di lapangan dikerjakan Pak Iyus. Saya tidak mau. Saya tidak pernah mendaftar (lelang), tidak pernah ikut lelang,” ucapnya.
Mendengar keterangan itu, Jesden Purba yang bingung siapa yang mengajukan berkas perusahaan PT Surtini Jaya Kencana lantas meminta JPU untuk menghadirkan Ratu Irma Suryani dan Dadang Prijatna.
Jesden ingin mengonfrontir keterangan Endang Suhardiredja dengan Ratu Irma dan Dadang Prijatna. Konfrontir tersebut dimaksudkan mencari otak yang menyisipkan berkas perusahaan ke panitia lelang dan mencari pihak yang tidak berterus terang di persidangan. “Pekan depan panggil Dadang, Ratu Irma kemudian tim lelang dan Wawan, dirunut supaya jelas bagaimana bisa terjadi seperti ini. Tidak mengajukan (lelang), tapi pemenang. Bingung kita,” perintah Jesden kepada JPU.

Korupsi_di Indonesia

Tidak tahu

Selain Endang Suhardiredja, mantan Kepala Pelabuhan Perikanan Karangantu Sri Hartoyo menjadi saksi pertama dan memberikan keterangannya di persidangan.
Sri Hartoyo mengatakan, instansi memang yang mengajukan agar Pantai Karangantu dikeruk agar kapal penangkap ikan nelayan dapat masuk pelabuhan. Kondisi Pantai Karangantu yang dangkal membuat kapal nelayan susah masuk ke pelabuhan. “Pada saat pasang surut kapal tidak bisa masuk pelabuhan, karena alur Pantai Karangantu itu dangkal,” ujarnya.
Selama sekitar satu tahun proses pekerjaan, ia mengatakan tidak tahu paket pekerjaan itu diambil alih oleh Iyus Priatna. “Yang kerjakan saya tidak tahu, tidak memperhatikan. Karena saya pikir sudah diserahkan sepenuhnya (DSDAP Provinsi Banten),” ucapnya.
Sebelumnya, proyek Pembangunan Prasarana Pengamanan Pantai Normalisasi Karangantu mendapat temuan dari PHO dan konsultan pengawas yang melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan yang sudah dinyatakan 100 persen.
Dari hasil pemeriksaan, terdapat berupa pekerjaan pembangunan tembok penahan tanah (TPT) terdapat kekurangan panjang sekitar 20 cm dan untuk pekerjaan galian tanah lumpur volume pekerjaan baru mencapai 64 persen (belum mencapai 100 persen).
Adanya kekurangan volume pada galian lumpur dan kekurangan pada pekerjaan TPT serta mengetahui bahwa pekerjaan normalisasi Karangantu tersebut tidak dilakukan pemeriksaan oleh terdakwa Iing Suwargi sebagai pejabat pembuat komitmen sekaligus kuasa pengguna anggaran.
Dalam perjalanannya, pekerjaan tersebut diambil alih oleh terdakwa Iyus Priatna. Pekerjaan proyek yang tidak sesuai dengan volume tersebut mengakibatkan kerugian negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi Banten sebesar Rp 2.610.567.044,22 sesuai hasil audit dari BPKP Perwakilan Provinsi Banten.
Berdasarkan uraian kerugian negara tersebut, Iing Suwargi menikmati sebesar Rp 208 juta. Sedangkan TCW menikmati sebesar Rp 1.802.072.166. Belakangan, penasihat hukum Iing Suwargi, Tb. Sukatma membantah penerimaan uang tersebut.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa telah melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat (1) KHUP.
Sementara untuk dakwaan subside melanggar pasal 3 juncto pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(Rizki) No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten

Komentar