BERITA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR, – Kreativitas untuk menumbuhkan budaya membaca semakin banyak muncul di sekolah. Salah satunya adalah Sekolah Dasar Negeri 020 Balikpapan Tengah, Kalimantan Timur. Siswa di sekolah ini mengumpulkan koin, dan bersama guru dan komite pergi ke toko buku untuk membeli buku melengkapi koleksi buku yang sudah ada di sekolah. Koin tersebut juga dimanfaatkan untuk membeli pipa paralon yang dibentuk sedemikian rupa menjadi dudukan buku yang sudah dibeli.
Pengumpulan koin tersebut dilakukan tiap hari sabtu. Tiap kelas memiliki kaleng koin sendiri. Koin masing-masing kelas kemudian dikumpulkan oleh guru yang bertanggung jawab. Jumlah yang terkumpul setelah empat-lima bulan efektif pembelajaran mencapai hampir dua juta rupiah.
Selain tiga orang lainnya, Rayhana adalah salah satu siswa yang terpilih memilih dan membeli buku-buku hasil pengumpulan koin tersebut. Selain berhak memilih buku, ia juga berhak menjadi peminjam dan pembaca pertama buku-buku yang dipilihnya. Setelah selesai, ia harus mengembalikan lagi buku-buku tersebut ke sekolah.
“Rayhana dan yang tiga siswa lainnya berhak demikian karena sering tampil ke depan untuk bercerita pada saat acara Sabtu Ceria. Acara Sabtu Ceria kami adakan tiap bulan sekali selama kurang lebih 45 menit. Setiap anak bebas menunjukkan kemampuannya pada saat itu, menyanyi, baca puisi, menunjukkan keberhasilan pembelajaran dan bercerita” ujar Rahadiani Dwi, guru kelas II, 29 Juni 2019.
Rahadiani berharap dengan penghargaan demikian, siswa-siswa yang lain juga terpacu untuk lebih banyak membaca buku dan mau tampil bercerita di Sabtu Ceria.
“Buku yang dipilih oleh siswa biasanya juga buku yang disukai oleh teman-teman sebayanya. Ini poin yang amat penting karena program kita adalah bagaimana menumbuhkan kesukaan membaca pada anak-anak. Supaya siswa gemar membaca, biarkan mereka memilih buku sesuai selera mereka,” ujar Listiyorini, guru kelas IV A yang menemani siswa belanja buku.
Menurut Listiyorini, kegiatan pengumpulan koin dan pembelian buku sendiri oleh siswa ini menumbuhkan sifat memiliki siswa terhadap buku-buku di sekolah. “Karena mereka sendiri yang kumpulkan koin dan membeli buku, mereka menjadi lebih merasa memiliki terhadap buku-buku tersebut,” ujarnya.
Pembelian Pipa Untuk Pipa Baca
Selain untuk beli buku, hasil Koin Literasi tersebut juga dibelikan pipa parallon yang dibelah sebagian untuk digunakan sebagai dudukan buku yang sudah dibeli tersebut. Pipa tersebut kemudian dipasang di setiap dinding luar depan kelas. Kelas satu sampai kelas enam memiliki pipa baca masing-masing dan kurang lebih 80 buku yang berhasil dibeli dengan koin tersebut diletakkan secara merata di pipa-pipa baca tersebut setiap hari. “Supaya jumlah buku yang kami beli banyak, kami tidak membeli di toko buku yang mahal. Walaupun kualitas kertasnya agak berbeda, tapi isinya bagus,” ujar Listyorini.
“Untuk mengakomodasi program 15 menit membaca sebelum pembelajaran yang kami laksanakan tiap hari pembelajaran, kami sebenarnya sudah memiliki pojok baca di tiap kelas. Buku-buku di pojok baca, berasal kebanyakan dari siswa. Tiap siswa dulu sebelumnya menyumbang rata-rata satu buku atau lebih secara sukarela. Dengan adanya pipa baca yang terletak di dinding luar kelas dan pojok baca yang ada di dalam kelas, siswa semakin sering terpapar dengan buku. Kemana-mana mereka akan lihat buku. Kita berharap dengan strategi memapar siswa dengan buku ini, siswa tergerak untuk selalu baca buku,” ujar ibu kepala sekolah Linceria Hutapea.
Awal Mula Program
Program literasi ini muncul setelah kepala sekolah dan guru di sekolah tersebut dilatih program PINTAR Tanoto Foundation tentang manajemen sekolah dan peran serta masyarakat, yang di dalamnya juga berisi menggerakkan program budaya baca. Setelah ikut pelatihan tersebut, pihak sekolah langsung mengundang komite dan orang tua siswa mengadakan rapat untuk menggerakan budaya baca dan program-program lainnya. Komite dan orang tua sepakat menyukseskan program tersebut.
“Pembuatan pipa paralon untuk dudukan baca itu dilakukan oleh orang tua siswa. Mereka juga aktif membantu pada banyak kegiatan yang lain, misalnya pembuatan taman, acara olahraga, halal bi halal dan lain-lain. Ini terjadi setelah komite dan orang tua kami ajak musyawarah secara terbuka. Kami ceritakan kebutuhan sekolah dan keterbatasan sekolah untuk menanggung semuanya,” ujar Rahadiani.
Menurut Mustajib, Communication Specialist Program PINTAR Tanoto Foundation Kaltim, gerakan koin literasi yang dilakukan oleh SDN 020 perlu direplikasi oleh banyak sekolah lain. “Gerakan seperti ini sudah dilakukan oleh beberapa sekolah lain, seperti MTs Negeri I Balikpapan, MINU Balikpapan dan lain-lain, dan masih perlu direplikasi oleh banyak sekolah lain. Salah satu hal yang paling penting dalam program menumbuhkan gemar membaca adalah ketersediaan buku yang bervariasi secara terus menerus. Untuk memastikan ketersediaan buku yang banyak dan bervariasi, peran orang tua siswa sangat penting. Mereka perlu diajak bermusyawarah. Sekolah memiliki keterbatasan untuk bisa menanggung semuanya,” ujarnya.
Program PINTAR merupakan program peningkatan pendidikan dasar hasil kerjasama Tanoto Foundation dengan Dinas Pendidikan dan Kemenag. Di Balikpapan, program ini menyasar ke 24 sekolah SD/MI dan SMP/MTs. Budaya Baca menjadi salah aktivitas utama program ini.