Kota BAnjar–‘DR. AAN ALAMSYAH,S.Pd.I.,S.T.,M.Pd,
Guru SMKN 4 Banjar, menyampaikan pandangan dalam prefektif agama Islam tentang Gaji atau upah yang diterima , ”
Menurutnya Upah yang diterima seseorang dalam Islam dianggap halal jika diperoleh melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk dalam hal ini adalah menjalankan pekerjaan dengan jujur, adil, dan penuh tanggung jawab. Namun, jika seseorang melanggar prinsip-prinsip ini, misalnya dengan tidak bekerja secara jujur, tidak mematuhi jam kerja, atau tidak menjalankan tugas sesuai dengan amanah yang diberikan, maka status kehalalan upah tersebut dapat dipertanyakan.
Prinsip-Prinsip dalam Islam Mengenai Upah
1. Kejujuran dan Keterbukaan
– Dalam Islam, kejujuran dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pekerjaan, adalah wajib. Jika seseorang menerima upah untuk pekerjaan yang tidak dikerjakannya dengan benar atau menyalahgunakan waktu, ini dapat dianggap sebagai bentuk penipuan. Allah SWT berfirman:
“`
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ
الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“`
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Mutaffifin: 1-3).
Ayat ini, meskipun berbicara tentang kecurangan dalam timbangan, juga relevan dalam konteks pekerjaan: seseorang tidak boleh mengambil upah tanpa memberikan kontribusi atau usaha yang sesuai.
2. Pemenuhan Amanah dan Kewajiban
– Menerima upah tanpa melakukan pekerjaan yang sesuai dengan amanah atau tugas yang diberikan berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami.”_ (HR. Muslim)
Ketidakjujuran dalam pekerjaan, seperti melanggar jam kerja atau tidak menjalankan tugas dengan baik, dapat dikategorikan sebagai penipuan atau pengkhianatan terhadap amanah.
3. Kesepakatan Kerja dan Tanggung Jawab
– Dalam Islam, kesepakatan kerja harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, baik pemberi kerja maupun pekerja. Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…”_ (QS. An-Nisa: 58).
Jika seorang pekerja tidak memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kesepakatan, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap amanah.
Bagaimana Status Kehalalan Upah ?
Jika seseorang tidak bekerja dengan jujur atau melanggar amanah yang diberikan (misalnya, tidak mematuhi jam kerja, malas, atau tidak memenuhi tugas), maka upah yang diterima bisa dipertanyakan status kehalalannya. Dalam kasus seperti itu, bagian dari upah yang diterima untuk waktu atau pekerjaan yang tidak benar-benar dilakukan dengan jujur dan penuh tanggung jawab dapat dianggap tidak halal.
Ada banyak sekali fatwa ulama yang mengingatkan tentang pegawai yang keluar sebelum jam kerja berakhir. Berikut diantaranya :
1. Fatwa Syeikh Ibnu Utsaimin
“tidak halal bagi pegawai untuk keluar sebelum jam kerja selesai. Juga tidak boleh telat memulai jam kerja, juga tidak boleh keluar saat jam kerja. Karena jam kerja adalah milik negara, yang dibayar dengan anggaran negara. Namun jika ada kebutuhan yang menuntutnya keluar meninggalkan jam kerja sesuai standar kebiasaan yang berlaku dan pegawai telah meminta izin ke atasan, serta tidak menelantarkan pekerjaan Ketika dia keluar, saya berharap meninggalkan jam kerja dalam kondisi seperti ini tidak masalah”
2. Fatwa Lajnah Daimah
“Tidak boleh bagi pegawai keluar kantor saat jam kerja untuk transaksi jual beli. Baik mendapat izin dari atasan ataupun tidak. Karena ini menyalahi aturan yang melarang hal itu. Dan ini termasuk menelantarkan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, sehingga menyebabkan hak kaum muslimin terkait tugasnya menjadi terabaikan. Serta bentuk tidak melaksanakan tugas dengan sempurna.”
Ketika kita menyetujui aturan penerimaan pegawai di instansi dimana tempat kita bekerja maka hakekatnya pihak instansi telah membeli waktu kita dengan nilai sesuai gajih/upah yang disepakati. Oleh karena itu kita tidak boleh mengurangi jatah waktu itu, dengan masuk telat atau pulang cepat, atau tidak melaksanakan tugas yang diberikan kepada kita, atau meninggalkan jam kantor untuk kepentingan pribadi.
Untuk menjaga kehalalan upah yang diterima, seorang Muslim harus bekerja dengan integritas, mematuhi perjanjian kerja, dan menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab, disampaikan kepada awak media . ( Acep Surya )