Oleh: Azkar Badri
Dewan Redaksi Baraknews.com.
Pesta Demokrasi 2024 sudah usai, diselenggarakan 14 Februari lalu. Para kontestasi Partai Politik menggelarkan Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden yang mereka usung dan dukung serta para Calon Legislatif (Caleg) tingkat pusat, provinsi dan kabupaten kota serta Calon Individual Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.
Dalam kontestasi jamak saja ada yang beruntung (menang) dan ada yang buntung (kalah). Sebuah resiko permainan atau judi politik dalam hal ini. Kata orang bijak, jangan berumah di tepi pantai jika takut dengan ombak. Fakta integritas dalam Pemilu Damai, Siap Menang dan Siap Kalah. Meskipun kalimat ini hanya ornamen kedewasaan berpolitik. Tapi tidak segampang itu menerima kenyataan pahit kelak jika menimpanya.
Kenyataan pahit ini pula dialami oleh PBB (Partai Bulan Bintang) dan lebih khusus para Calegnya. Prosentase di bawah satu persen, masih berkisar nol koma. Sementara perhitungan suara manual sudah mendekati finish. Pertanda fluktuatif suara, naik turun nafas sudah sesak. Sudah pertanda Lempar Handuk ke luar lapangan. Ambang batas, Parlement Thereshould 4% susah digapai. Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Kalimat Teologis ini muncul di sa’at musibah datang.
Lain halnya dengan partai politik lain. Persoalan PBB ada 2 (dua) hal yang menjadi perbincangan menarik. Pertama berarti partai ini mau mencapai 4 (empat) kali absen di DPR RI, parlemen Senayan. Tidak menghadirkan kadernya dalam menyuarakan aspirasi rakyat di tingkat pusat.
Periode kepemimpinan MS. Ka’ban di Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Periode Yusril Ihza Mahendra (YIM) di Pemilu 2019 dan berikut Pemilu sekarang (2024). Jadi sudah 4 (empat) gagal. Kata pemain sinetron di Tuyul Dan Mbak Yul dulu, Gagal Maneng Son (ma’af rada lucu).
Dulu saya punya teman, dia sangat menghindari angka 4. Katanya, angka 4 adalah angka kematian. Rujukannya daur kehidupan manusia. Pertama manusia dilahirkan (lahir). Kedua, Rizki. Ketiga, Jodoh. Dan ke empat adalah Kematian. Semuanya Allah yang menentukan. Namun dalam hal ini, kita tidak mengatakan bahwa PBB sudah mati dan harus berganti nama. Hanya saja muncul pertanyaan, apa yang salah. Cara mengelola partai atau apa. Sebab kalau dikembalikan kesalahan sepenuhnya kepada Ketua Umum. Tentunya masih terbuka ruang silang pendapat. Partai sebuah organisasi yang di dalamnya terdiri bagian-bagian atau banyak orang yang sudah sepakat untuk mencapai tujuan bersama. Mungkin Team work yang tidak jalan dan kering starategi.
Masih ingat waktu Begawan Ilmu Politik, Prof. Deliar Noor ikut mendirikan Partai Politik setelah transisi demokrasi, masuk era Reformasi. Partainya Darul Ummah ikut pemilu tahun 1999. Apa yang terjadi, partainya keok bertarung bersama partai-partai lain. Padahal secara keilmuan masalah Politik, dialah Mbahnya. Buku-buku karyanya banyak dipakai dan menjadi rujukan di perguruan tinggi, sampai di program studi S3.
Secara konsepsional dan teori tidak ada salahnya, mungkin. Tapi setelah berhadapan di lapangan, bisa yang di luar teori justeru harus dilakukan. Ini persoalan.
Kembali ke PBB. Kemudian yang kedua, dalam pemilu sekarang ini PBB mengusung Paslon 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka . Harapan partai bukan saja Paslon 02 menang sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tetapi maunya punya efek domino dalam menghantarkan kader terbaik PBB ke Parlemen baik untuk pusat maupun daerah. Tegak lurus dengan kemenangan 02. sama istilahnya. Namun kenyataan bukan hanya untuk tingkat pusat zonk. Tetapi daerah juga terjadi hal serupa. Bahkan tergerus, kursi pertahananya banyak hilang. Sebagai contoh untuk seluruh Jawa Barat, hanya Kabupaten Ciamis yang dapat satu kursi. Kabupaten kota lainnya hilang semua, termasuk Kota Bogor.
Yusril Ihza Mahendra (YIM) sebagai Ketua Umum sudah terbilang maksimal dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Sudah menggelontorkan uang pribadinya untuk Bazar Beras Murah (BBM) dalam jumlah yang tidak sedikit, puluhan miliar. Meskipun ada yang beranggapan kegiatan membantu ekonomi kalangan bawah seperti ini sudah tidak efektif lagi, lantaran waktu nya sudah mepet, kurang dari satu bulan menjelang pencoblosan suara. Para Calegnya sudah sibuk dengan program yang telah dijadwalkan masing-masing serta para konstituen sudah banyak yang terpaut pada pilihan yang lain (sudah lama digarap oleh parpol lain. Bisa juga sudah diijon dalam istilah transaksi).
Begitu juga uang Saksi di TPS (Tempat Pemungutan suara) langsung dari uang pribadi YIM. Lagi-lagi ini juga terjadi persoalan di lapangan. Tidak transparan, persisnya ngocor kemana saja dananya. Dibuktikan dengan banyak TPS kosong saksi dari PBB dan berakhir dengan perolehan suara tidak signifikan.
Sekali lagi, siapa yang salah. Ketua DPW PBB Jawa Barat sempat mempublish Kekecewaannya di media sosial, Pesta Politik Sudah Usai Tapi Kami Sangat Kecewa. Begitu juga Surat Terbuka Sekretaris Jenderal PBB, menyatakan permohonan ma’af karena sudah gagal membantu Ketua Umum dan PBB meloloskan PT 4%.
Lima bulan menjelang pemilu, ketua Bappilu pusat mengundurkan diri, lantaran katanya pihak DPP tidak merespons strategi pemenangan pemilu yang disodorkannya. Padahal Ketua Bappilu pusat memegang kunci untuk kemenangan. Pergantian jabatan dalam bidang ini belum tentu orang yang berkompeten, di samping basis pengalaman mungkin kurang. Tambah lagi waktunya sangat pendek.
Pernah Hilman Indra mengatakan alasan kemundurannya dari Bappilu pusat, karena sudah diprediksinya PBB sulit tembus 4% lantaran strategi konsep yang dia buat bersama teamnya tidak digubris. Takut ini menjadi kesalahan besar mengecewakan partai dan para caleg. Namun ada juga yang menilai justeru langkah tersebut keluar dari tanggung jawab perjuangan yang sudah di depan mata. Tidak tahu mana yang benar.
Dalam suasana kegagalan caleg PBB masuk parlemen. Muncul perbincangan agar Muktamar PBB segera diadakan. YIM sebagai Ketua Umum cepat merespons, mendukung Muktamar PBB dipercepat dan berkeinginan mengalihkan kepemimpinan ini kepada generasi yang lebih mudah. Semoga.