Berita Jakarta-Sekretariat Wakil Presiden melalui Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan (PMPP) bersama dengan Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Kementerian Dalam Negeri melaksanakan kegiatan penguatan kapasitas daerah melalui Bimbingan Teknis Analisa Situasi dan Pemetaan Program, Kegiatan, dan Pembiayaan yang mendukung Penurunan Stunting.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia, angka prevalensi stunting tahun 2007 sebesar 36,8 persen, angka ini terus mengalami penurunan hingga tahun 2019 menjadi 27,7 persen.
Hal ini disampaikan Suprayoga Hadi, Deputi PMPP Setwapres saat acara pembukaan Bimbingan Teknis Gelombang II Analisa Situasi dan Pemetaan Program, Kegiatan dan Pembiayaan yang Mendukung Penurunan Stunting yang diselenggarakan di Hotel Grand Mercure Kemayoran,
Jakarta (03/11/2021).
“prevalensi stunting telah dimuat dalam RPJMN menjadi 14% di tahun 2024. Karena adanya pandemi Covid-19, tren penurunan menjadi agak terhambat dan hal ini menjadi tantangan dalam upaya pencapaian target penurunan prevalensi stunting”, ujar Yoga.
Lebih lanjut Yoga menyampaikan bahwa diperlukan perencanaan dan penganggaran yang harus lebih baik sehingga diperlukan analisis situasi sebagai dasar penyusunan rencana kerja.
“Ini merupakan kunci dari keberhasilan pelaksanaan program konvergensi penurunan stunting”, ungkap Yoga.
Yoga menambahkan bahwa kuncinya ada di analisis situasi, karena kita harus dapat memetakan dan menganalisis bagaimana situasi stunting yang ada di daerah. Hal ini merupakan sektor hulu yang menjadi kunci sebelum melanjutkan pada aksi berikutnya.
“Kalau dalam melakukan analisis situasi ini sudah misleading atau salah menganalisa, maka ke depannya akan menjadi salah,” pungkas Yoga.
Di tempat yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam sambutannya melalui tayangan video conference yang menyampaikan bahwa setiap daerah perlu betul-betul melaksanakan rapat koordinasi yang melibatkan OPD di masing-masing daerah, ada pembagian tugas yang jelas dan dilakukan secara sinergi.
“Sehingga diharapkan target intervensi stunting untuk ibu-ibu dan anak-anak di setiap daerah sampai ke desa mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dapat dilakukan secara tepat sasaran”, ujar Tito.
Tito lebih lanjut berharap agar betul-betul memegang kata kunci sinergi di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan koordinasi antar OPD dengan melibatkan unsur-unsur non pemerintah dan elemen masyarakat di tingkat desa.
“Validasi data menjadi hal yang paling utama. Ini menjadi landasan, setelah validasi data dilakukan, siapa yang menjadi taget intervensi gizi, ibu hamil, dan anak-anak. Kemudian dibuatkan perencanaan program untuk dimasukkan ke dalam APBD dan dilakukan koordinasi untuk selanjutnya bisa dieksekusi.
Sehingga melalui langkah-langkah tersebut, program-program tersebut dapat dieksekusi dengan tepat sasaran sampai ke tingkat desa by name by address. Dengan demikian program ini dapat menjadi nyata“, jelas Tito.
Tito berharap di akhir tahun anggaran, angka prevalensi stunting ini dapat dievaluasi di setiap daerah yang diharapkan menjadi berkurang sesuai target nasional hingga akhir tahun 2024 prevalensi stunting sebesar 14 persen dapat tercapai.
Sementara, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo melalui tayangan video conference menyampaikan perlunya pendamping keluarga yang dapat melakukan pengawalan secara ketat pada problematika di masing-masing keluarga yang beresiko tinggi stunting.
“BKKBN menyediakan data yaitu data Pendamping Keluarga tahun 2021 dimana data Pendamping Keluarga 2021 ini adalah data mikro yang konkret by name by address tentang keluarga. Mudah-mudahan dengan data yang pasti kemudian diikuti dengan pengawasan (surveillance) oleh pendampingan keluarga, maka permasalahan stunting dapat dikenali dan dapat dicegah dengan baik”, ucap Hasto.
Hasto menambahkan bahwa kita harus dapat menyediakan data keluarga yang beresiko stunting kemudian mendampingi keluarga yang beresiko stunting dan untuk calon pengantin harus dipersiapkan sejak awal.
“Surveillance kejadian stunting untuk keluarga yang beresiko stunting perlu dilakukan dari waktu ke waktu, audit dari kasus stunting itu penting”, pungkas Hasto.
Pembicara terakhir di sessi pembukaan ini adalah Deputi Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Subandi menyampaikan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota perlu meningkatkan anggaran untuk upaya percepatan penurunan stunting yang tidak hanya bersumber dari APBN maupun APBD.
“Jadi upaya kita untuk menurunkan stunting tidak hanya didanai dari APBN atau APBD tetapi sesuai dengan platform SDGs pembangunan berkelanjutan, dimana sumber pendanaan bisa bersumber dari filantropi maupun dunia usaha, dan juga masyarakat”, ungkap Subandi.
Subandi menjelaskan bahwa temuan dari reviu Dana Alokasi Khusus (DAK) stunting tahun 2020 yang lalu, ternyata masih banyak daerah yang tidak berdasarkan usulan aktivitas DAK stunting yang merujuk pada hasil analisis situasi dan rembuk stunting.
“jadi yang diusulkan itu lain, padahal menunya A dan yang diusulkan B”, ujar Subandi.
Kegiatan Bimbingan Teknis Analisa Situasi dan Pemetaan Program dan Kegiatan yang mendukung Penurunan Stunting ini digelar selama 4 (empat) hari dengan rangkaian acara penjelasan teknis aksi konvergensi di kabupaten/kota dan desa, serta melakukan praktek penyusunan analisa situasi dan pemetaan program di masing-masing daerah.
Kegiatan Bimbingan Teknis ini secara keseluruhan dihadiri sekitar 700 peserta dari 154 kabupaten/kota prioritas percepatan penurunan stunting 2022, yang terdiri dari unsur Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas PMD, Dinas/ Organisasi Perangkat Daerah yang menangani bidang keluarga berencana, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan/ Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman. (AS, BPMI-Setwapres)