Berita Jakarta –Kritik terhadap pendidikan Indonesia semakin menyudutkan posisi guru. Guru merupakan ujung tombak esensial dalam pendidikan.
Sayangnya, ia lemah daya tawar dalam sistemnya sendiri. Ketika guru sadar ada yang salah dengan praktik pembelajarannya, guru tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplor metode pengajaran alternatif yang lebih kreatif. Ketika guru sadar bahwa kurikulum yang tersedia tidak cukup untuk mendorong perkembangan anak lebih holistik, guru tidak memiliki daya tawar terhadap pembuat keputusan.
Lebih dikhawatirkan lagi, posisi guru di mata murid semakin terancam sebab kemudahan teknologi semakin menggiurkan murid untuk memilih opsi yang lebih instan untuk belajar.
Namun, kekhawatiran ini sepatutnya tidak menjadi ancaman apabila seluruh aktor pendidikan sadar bahwa lembaga pendidikan bertanggungjawab atas pembentukan karakter manusia, penggalian potensi diri serta pentransfer nilai-nilai moral.
Jangan heran apabila pendidikan Indonesia sulit untuk bergerak maju ketika sistem pendidikan masih menyudutkan posisi guru. Contoh nyatanya ada dalam kebijakan standardisasi sekolah. Memang, esensi dari standardisasi adalah untuk memetakan perkembangan masing-masing sekolah.
Namun, esensi ini hilang ketika standardisasi tersebut berujung pada kompetisi antar sekolah dalam satu wilayah. Kenyataannya, pemerintah daerah akan menuntut sekolah unggulan di masing-masing wilayahnya untuk berkompetisi meraih ranking teratas. Dampaknya, timbul tekanan dari pemerintah daerah ke kepala sekolah yang nantinya akan diteruskan kepada guru untuk mencapai target ini.
Guru-guru akan mendapat tekanan untuk menekan siswa-siswanya mendapatkan kejuaraan sekolah unggulan. Lagi-lagi, siswa menjadi korban. Selain itu, standardisasi menutup kesempatan guru untuk memenuhi tanggungjawab utamanya, yaitu mendidik tentang nilai-nilai kehidupan kepada murid sebab kurikulum nasionalnya yang hanya mendorong aspek kognitif saja.
Ketika guru-guru berkeinginan untuk mengeksplor pola belajar yang lebih fleksibel, kontekstual serta kreatif untuk mendukung pendidikan karakter, guru-guru terhambat dengan kepentingan standardisasi ini.
Meskipun belum banyak pihak yang sadar pentingnya kemerdekaan guru, upaya untuk memerdekakan guru dari akar rumput sudah harus dimulai sejak sekarang. Poin inilah yang selalu disuarakan oleh Gerakan Sekolah Menyenangkan ini. Melalui penyebaran area perubahan paradigma pendidikan melalui platform untuk perubahan tersebut.
Guru merupakan orang yang paling berpegaruh dalam hidup kita. Atas segala daya dan upaya yang telah mereka keluarkan untuk kita, bisa menjadikan kita sebagai penerus bangsa yang lebih baik. Guru adalah sosok yang harus kita taati. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa memposisikan dirinya dengan baik, yang sesuai dengan peran yang harus dijalankan dalam dunia pendidikan.
Efektivitas dan efisiensi belajar dan pembelajaran siswa di sekolah sangat bergantung kepada peran guru.
Dalam hal ini, terdapat sejumlah peran yang diemban guru.(Ditulis adalah Alwi Hilir, S.Kom. M.Pd alumni universitas MH Thamrinn Jakarta)