Ancaman Upah Terendah Bagi Buruh Dan Pekerja Kota Banjar Masih Menghantui. Pemerintah Kota Banjar Wajib Bertanggung Jawab Atas Kesejahteraannya

Berita Daerah57 Dilihat

Baraknews Kota Banjar – Irwan Herwanto, S.IP Ketua Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila (B2P3) Kota Banjar, menyampaikan tanggapan dalam rilisnya bahwa berkaitan dengan hasil keputusan rapat pleno Dewan Pengupahan Kota Banjar bersama Pemerintah Kota Banjar mengenai Upah Minimum Kota (UMK) Kota Banjar tahun 2025 resmi diusulkan naik sebesar 6,5 persen kepada pemerintah Provinsi Jabar. Keputusan kenaikan ini disepakati Pemerintah Kota Banjar, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Banjar dan serikat pekerja atau KSPSI saat rapat pleno Dewan Pengupahan Kota (Depeko) Banjar, Rabu (11/12/2024).

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Banjar, H.Sunarto, kenaikan UMK tahun 2025 disepakati naik sebesar 6,5 persen. Dari UMK Kota Banjar tahun 2024 sebesar Rp 2.070.192 naik menjadi Rp 2.204.755. Atau, naik sebesar Rp 134.562. ” Usulkan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen yang disepakati Apindo dan serikat pekerja itu, selanjutkan akan direkomendasikan ke Gubernur Jawa Barat untuk ditetapkan dan diberlakukan mulai 1 Januari 2025 mendatang,” ucapnya.

Dengan adanya hasil usulan untuk upah buruh dan pekerja di kota Banjar tahun 2025, Ketua Badan Buruh dan Pekerja (B2P3) Kota Banjar, Irwan Herwanto S.IP menyampaikan apa yang menjadi suara Buruh dan Pekerja di kota Banjar.

“Saat ini buruh di daerah termasuk di Kota Banjar tampaknya masih berada dalam pusaran upah murah. Dimana kenaikan upah yang tidak signifikan pada beberapa tahun lalu senantiasa disertai dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok dan kebutuhan hidup lainnya serta kenaikan pajak. Terlebih lagi Kota Banjar merupakan daerah di Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan predikat Upah Terendah sejak tahun 2019 hingga saat ini.” Ungkapnya.

Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) selayaknya mendorong perjuangan kaum buruh dalam menuntut kenaikan upah sesuai kebutuhan hidup layak.

Sementara disisi lain, baik pengusaha maupun pemerintah dalam menentukan rumusan kenaikan upah selalu mengedepankan pertimbangan keberlangsungan industri dan mengurangi resiko PHK masal dengan dalih menekan angka pengangguran. Padahal, secara empiris membuktikan, upah tinggi bagi pekerja/buruh sama sekali tidak memicu kenaikan pengangguran.

Kenaikan upah minimum tidak berkorelasi dengan menurunnya kesempatan kerja, sebaliknya kenaikan upah yang layak akan jadi stimulus bagi pekerja dan menguntungkan ekonomi secara luas.

Dengan menaikkan UMP/UMK alih-alih pengangguran naik seperti yang ditakutkan pengusah dan pemerintah, justru ini akan menjadi stimulus. Jika pendapatan masyarakat (pekerja/buruh) naik, uang yang akan dibelanjakan dan menjadi perputaran ekonomi juga semakin besar.

Dengan begitu, simbiosis mutualisme akan terbangun dan pengusaha akan diuntungkan atas peningkatan gairah belanja dan daya beli masyarakat, yang secara otomatis juga dapat mendongkrak omzet penjualan pengusaha akan naik. Perlu diingat Kota Banjar bukanlah merupakan daerah kawasan industri, perusahaan di Kota Banjar masih mayoritas padat modal dibandingkan dengan padat karya.

Jika kita lihat dalam satu atau beberapa tahun kebelakang tentang pendapatan buruh termasuk di Kota Banjar untuk belanja hidup, tentu begitu memprihatinkan.

Padahal perekonomian yang tumbuh akan sangat terbantu jika upah buruh naik. Hal ini akan terjadi jika kaum buruh upahnya tinggi maka belanjanya akan semakin banyak, artinya uang belanja keluarga buruh naik sehingga akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi di daerah.

Maka dari itu, dengan kenaikan upah yang begitu rendah tentu hanya akan berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi yang semakin terpuruk, sebaliknya kenaikan upah tinggi akan membantu pertumbuhan ekonomi lekas pulih dari keterpurukan.

Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.678-Kesra/2024 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 yang ditetapkan naik sebesar 6,5 persen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada rapat terbatas dengan Menteri Tenaga Kerja dan perwakilan buruh yang memutuskan upah minimum tahun 2025 naik sebesar 6,5 persen, serta dengan adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimun Tahun 2025.

Berdasarkan informasi hasil Rapat Pleno Dewan Pengupahan (Depeko) Kota Banjar yang juga mengusulkan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen, besar kemungkinan predikat Upah Terendah masih tetap disematkan bagi Kota Banjar.

PEMERINTAH KOTA WAJIB BERTANGGUNG JAWAB ATAS KESEJAHTERAAN BURUH KOTA BANJAR

Upah adalah urat nadi bagi penghidupan masyarakat terutama buruh dan rakyat kecil, ketika upah buruh dikebiri dengan upah yang begitu rendah serta kenaikan yang sangat minim maka dampak terparah pada rakyat kecil mengakibatkan daya beli/jual melemah sehingga sistem ekonomi pun akan terpengaruhi. Namun kenapa pemerintah seolah menutup mata atas kondisi ini?

Permasalahan terkait Upah di Kota Banjar yang masih begitu menumpuk menunjukan bahwa kinerja yang buruk dilakukan oleh pemerintah kota. Gelar Upah Terendah di Jawa Barat bagi Kota Banjar hingga saat ini yang tidak mampu diselesaikan oleh pemerintah kota membuktikan kegagalan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu pemerintah kota wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan buruh di Kota Banjar, mengingat selain UMK yang rendah masih banyak permasalahan upah yang lainnya.

Perlu diketahui selain UMK yang rendah, masih banyak permasalahan lainnya mengenai Upah di Kota Banjar. Salah satunya UMK yang merupakan Upah Minimum yang seharusnya hanya berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja di bawah 1 tahun, sementara pekerja yang telah berkeluarga dan kerja di atas satu tahun harus mendapat upah lebih tinggi berdasarkan struktur skala upah. Namun faktanya masih banyak perusahaan di Kota Banjar yang menerapkan Upah bagi seluruh pekerja yang hanya pas bahkan kurang dari UMK.

Selain itu, upah bagi pekerja yang diliburkan/dirumahkan yang sering bermasalah, upah lembur, kemudian upah bagi pekerja yang sakit dan pekerja yang melaksanakan cuti termasuk cuti haid dan cuti hamil bagi pekerja perempuan juga banyak yang tidak dibayarkan perusahaan, serta banyak lagi permasalahan lainnya.

Seharusnya pemerintah kota dalam hal ini Walikota Banjar yang juga sebagai Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Kota Banjar termasuk didalamnya Dewan Pengupahan Kota yang diketuai oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Banjar agar bertindak lebih serius dalam menangani masalah Upah buruh Kota Banjar, tidak hanya beralasan bahwa permasalahan-permasalahan tersebut menjadi kewenangan pusat maupun provinsi. Namun melalui kewenangannya di daerah, pemerintah kota seharusnya bisa memberikan solusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan mengeluarkan kebijakan khususnya terkait kesejahteraan dan perlindungan terhadap buruh termasuk mengenai upah.

Selanjutnya, bagi buruh di Kota Banjar agar tidak mudah pasrah terhadap kenyataan tersebut. Diam hanya akan memperburuk keadaan, kita semua kaum buruh harus bahu-membahu dan berjuang bersama demi terciptanya kerja layak, upah layak dan hidup layak.
mengakhiri Rilisnya.(Acep.Surya) 5/5 (1)

Nilai Kualitas Konten