Oleh: Dr. Ilham, ST., MT
(Penelaah Teknis Kebijakan & Peneliti Independen)
Modernisasi transportasi telah membuka ruang eksploitasi yang mengkhawatirkan. Di balik tampilan kendaraan yang dimodifikasi secara kreatif, tersimpan bahaya sistemik yang terus diabaikan: bengkel rebody dan variasi kendaraan yang beroperasi tanpa izin resmi.
*Membongkar Realitas Kelam*
Fenomena bengkel modifikasi ilegal bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan ancaman nyata terhadap keselamatan publik. Setiap kendaraan yang dimodifikasi tanpa standar teknis adalah potensi tragedi bergerak di atas roda.
*Risiko yang Terabaikan*
Modifikasi struktural kendaraan bukanlah sekadar permainan estetika. Setiap perubahan pada rangka, sistem suspensi, atau konstruksi dasar kendaraan memiliki konsekuensi teknis kompleks yang tidak dapat diremehkan. Ketidakpatuhan terhadap standar keselamatan berarti mengekspos pengendara pada risiko fatal.
*Kegagalan Sistemik Pengawasan*
Pengawasan yang tidak dilakukan secara konsisten merupakan akar permasalahan utama dalam fenomena bengkel rebody ilegal. Ketidakkonsistenan ini terlihat jelas dari minimnya koordinasi antarinstansi pemerintah yang seharusnya memiliki kewenangan pengawasan, meliputi:
*1. Pemerintah Daerah:* Gagal melakukan pembinaan dan pengawasan langsung terhadap bengkel-bengkel modifikasi di wilayahnya.
*2. Kementerian Industri:* Tidak maksimal dalam mengawasi standar produksi dan modifikasi kendaraan industri.
*3. Kementerian Perdagangan:* Abai terhadap praktik perdagangan jasa modifikasi yang tidak memenuhi standar legal.
*4. Kementerian Perhubungan:* Lemah dalam penegakan regulasi teknis kendaraan bermotor.
Praktik pembiaran ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk kegagalan sistemik dalam perlindungan kepentingan publik. Setiap lembaga pemerintah seakan berlindung di balik ketiadaan koordinasi, menciptakan ruang abu-abu yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha tidak bertanggung jawab.
Ironisnya, ketidakkonsistenan pengawasan ini terjadi pada lembaga yang justru memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan menertibkan. Akibatnya, bengkel-bengkel ilegal berkembang bak jamur di musim hujan, tanpa ada konsekuensi signifikan.
*Ekonomi Gelap Modifikasi*
Di balik dalih inovasi dan kreativitas, bengkel-bengkel ini menciptakan ekosistem ekonomi gelap yang merugikan berbagai pihak:
• Bengkel resmi kehilangan kesempatan usaha
• Konsumen berisiko mendapatkan layanan tidak berstandar
• Negara kehilangan potensi pajak dan retribusi resmi
*Perspektif Hukum yang Terabaikan*
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah dengan jelas mengatur prosedur modifikasi kendaraan. Namun, regulasi sebagus apa pun akan kehilangan makna tanpa penegakan yang konsisten dan tegas.
*Intervensi yang Diperlukan*
Mengatasi persoalan ini membutuhkan pendekatan multidimensi:
*1. Penegakan Hukum Progresif:* Sanksi tidak sekadar administratif, tetapi memiliki efek jera yang signifikan.
*2. Pembinaan Berkelanjutan:* Edukasi dan fasilitasi bagi pelaku usaha untuk bertransformasi menjadi bengkel legal berstandar.
*3. Sistem Pengawasan Digital:* Memanfaatkan teknologi untuk monitoring dan verifikasi bengkel modifikasi kendaraan.
*Tanggung Jawab Bersama*
Persoalan ini bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, melainkan kesadaran kolektif. Masyarakat, pengusaha, dan negara harus bersinergi membangun ekosistem transportasi yang aman dan berkualitas.
*Catatan Kritis*
Setiap kendaraan yang dimodifikasi tanpa standar adalah potensi bencana. Bukan soal estetika, melainkan nyawa yang dipertaruhkan.
Penutup: Pilihan Ada di Tangan Kita
Kita bisa memilih antara membiarkan praktik berbahaya ini atau mengambil tindakan konkret. Keselamatan bukanlah pilihan, melainkan keharusan.
*Opini ini murni pandangan penulis dan tidak bermaksud mendiskreditkan pihak mana pun.*