Lembaga Studi konflik Dan Advokasi (lksa) Gelar Acara Simpasium kebangsaan Refleksi Hari Kemerdekaan RI -71 Semangat Nasionalisme Rangka Mereduksi Horizontal Dan Radikalisme di Kota Bima.

Kota Bima –  Untuk menumbuhkan kembali nasionalisme semangat tanah air melalui momentum hari kemerdekaan RI ke-71 tahun 2016, Lembaga Studi Konflik dan Advokasi (LSKA) NTB menggelar simposium kebangsaan refleksi hari kemerdekaan RI ke-71 dengan tema Semangat Nasionalisme Rangka Mereduksi Horizontal dan Radikalisme di Kota Bima”.penting Kegiatan peradaban diberbagai tersebut, dibuka oleh Asisten I Setda Kota Bima Drs. M. Farid , M.Si pada Kamis (18/8/2016) di aula SMAN 2 Kota Bima. Moment tersebut,sejumlah menghadirkan sumber. Yakni, Dandim, Kesbangpoldagri, DPRD Kota Bima dan kalangan Akademisi.
Pada pengantarnya,

Direktur LSKA NTB Ihsan Iskandar, SH mengatakan, kegiatan simposium kebangsaan untuk membangun silaturahmi juga sebagai ajang melakukan tukar pikiran (sharing ide) dengan semua elemen dalam menangani masalah yang berkaitan dengan konflik horizontal dan radikalisme. Selain itu, dimaksudkan agar tercipta suasana kondusif guna mewujudkan Kota Bima yang bebas konflik sosial dan paham radikal.Kegiatan tersebut, diikuti oleh 100 orang peserta yang berasal dari pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, mahasiswa, dan tokoh adat.

Sementara itu, Asisten I Setda Kota Bima Drs. M Farid, M.Si dalam sambutannya memberikan mengapresiasi kepada LSKANTB yang menyelenggarakan kegiatan simposium kebangsaan ini. “Tema yang diangkat dalam simposium kebangsaan ini, sangat relevan dengan kondisi yang kita alami saat ini. Yakni, peringatan HUT RI ke-71. HUT RI menjadi momentum yang paling tepat sebagai langkah awal untuk menyegarkan energi positif kepada seluruh elemen bangsa bahwa sesungguhnya kita harus kembali kepada semangat persatuan nasional,” ujarnya.

“Bangsa Indonesia, merupakan bangsa yang majemuk. Heterogenitas bangsa Indonesia adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Sifat heterogen juga bersumber pada keragaman agama. Selain itu, pengaruh globalisasi lewat informasi komunikasi yang semakin canggih membuat bangsa Indonesia memiliki berbagai paham, persepsi, dan pandangan yang berbeda sekaligus bertentangan. Kemajemukan ini jika tidak dikelola dengan baik, tentu saja akan menimbulkan kerawanan akan konflik.

“Kata kunci dalam mengelola konflik adalah bagaimana kita hidup berdampingan dalam keanekaragaman tetapi tetap memiliki semangat persatuan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itulah yang namanya semangat nasionalisme,” jelasnya.

Singkatnya, Farid menekankan agar sikap toleran tetap ditanamkan sejak dini kepada generasi muda. “Sikap toleran dan revolusi mental generasi bangsa itu sangat penting, jika nilai-nilai toleransi sudah mengakar dan kuat, insyaallah mereka tidak akan mudah ikut terpengaruh oleh ajaran radikal,” ungkapnya. (Abd.Rahim). No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten

Komentar