Berita Pilkada Kab.MUSI RAWAS– Dengan munculnya istilah Sales Pilkada, cukup menyita perhatian masyarakat, maupun penguna medsos, Bahkan mereka kian ‘menggila’ bergerilya memasarkan jualannya dengan mensosialisasikan salah satu pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati yang akan mengikuti Pemilukada pada 9 Desember mendatang.
Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Publik Independen (LKPI), Arianto mengatakan bahwa praktek sales Pilkada sudah muncul pada sejumlah Pilkada sebelumnya, seperti Pilkada Muara Enim 2018. Ketika turun ke desa-desa,
biasanya sales Pilkada ini masyarakat sebagai relawan
“Namun jangan sampai sosialisasi lewat sales Pilkada ini dijadikan modus atau upaya untuk melegalkan politik uang. Apabila relawan atau sales Pilkada ini nantinya terbukti menjanjikan bahkan “memanjar” uang atau mengandung unsur politik uang, bisa ditindak tegas dan terancam sanksi pidana pemilu,” ujar Arianto.
Menurut Yan (sapaan akrab Arianto, red), masyarakat bisa berpartisipasi dengan membawa kasus dugaan politik uang ke pengawas pemilu (panwaslu) “Masyarakat harus cerdas melihat fenomena sales Pilkada yang sekarang sedang marak. Sekali lagi, modus politik uang atau hadiah ini dapat dilakukan berbagai macam cara dan pola tertentu,” ungkap Yan.
Alumni Universitas Sriwijaya ini menambahkan, sales Pilkada mulai menjamur sejak dua bulan menjelang pencoblosan atau hari H Pilkada. Sales Pilkada yang didominasi oleh wanita muda, dengan mendatangi masyarakat secara door to door (ketuk pintu). Mereka melakukan sosialisasi paslon bupati dan wakil bupati yang akan mereka jual saat bertemu pemilih.
Yan menyebutkan, alat sosialisasi yang dibawa biasanya cinderamata, kartu nama pasangan calon, gambar pasangan calon dan terakhir menitipkan lembar kartu kepada pemilih yang didatangi. Lembar kartu yang ditinggalkan itu dipesankan sales Pilkada supaya jangan sampai hilang sebelum hari pemilihan digelar.
“Kalau sales Pilkada sudah meminta fotocopy KTP, Kartu Keluarga (KK), jumlah orang yang akan memilih dalam satu keluarga tersebut, masyarakat seharusnya jangan memberikan itu. Sebab KTP dan KK merupakan dokumen yang penting. Kalaupun harus meminta KTP dan KK, sales Pilkada harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat, misalnya dari kepala desa, RT, Kadus.
Lebih jauh Yan menerangkan, sales pilkada boleh melakukan sosialisasi sepanjang tidak melanggar aturan. Harus pula mendapatkan izin dari KPU setempat guna menyesuaikan jadwal dan zona kampanye yang sudah ditetapkan. Sebab, sales Pilkada kadang kala tidak memperhatikan jadwal dan zona kampanye paslon yang akan disosialisasikan.
Pria yang pernah tergabung dalam Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini menambahkan, ketidaktahuan jadwal dan zona kampanye para sales Pilkada, menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan juga protes dari relawan rival atau tim paslon bupati dan wakil bupati lain. Sehingga banyak ditemukan sales Pilkada yang diusir masyarakat dan ada juga yang diserahkan ke Panwascam karena melanggar aturan.
“Bawaslu dapat melakukan tindakan cepat bila terjadi pelanggaran, terlebih lagi mengandung unsur politik uang. Sales Pilkada tertangkap tangan memanjar uang atau menjanjikan sesuatu kepada masyarakat,” tegasnya lagi.
Masih kata Yan, modus politik uang dapat dilakukan bermacam-macam cara dengan menerapkan pola-pola yang terindikasi ilegal. Namun pola tersebut dibuat seolah-olah legal dan sesuai aturan untuk melepaskan sanksi hukum yang sudah dibuat. “Apabila paslon sudah melakukan politik uang, maka paslon yang terpilih tentunya akan mencari jalan untuk mengembalikan modal nya. Hal ini akan sangat sulit untuk membuat daerah tersebut untuk maju ,” pungkas Yan
Jurnalis : David/Tim