Rakyat Sudah Menjerit,”PBB Menang Rakyat Senang ?

Teknologi45 Dilihat

Oleh: *H. Azkar Badri*

Dosen Dan Pegiat Yayasan Pataka Indonesia.

Belum lama ini ngobrol dengan seorang teman, dia berkerja di sebuah Kantor Dinas di Kabupaten Serang. Dia bilang, Pak, masyarakat kita kelas menengah ke bawah sekarang ini sudah menjerit. Coba berdiri di depan anjungan ATM. “Lihat struk uang keluarnya, paling sisanya berkisar 200 ribu sampai 500 ribu rupiah”, ceritanya dalam mengukur indikator ekonomi masyarakat.

Pasca Covid, banyak pelaku UMKM jatuh bangun. Usro pedagang Mie Ayam yang biasanya punya omset tinggi dan punya pegawai sampai 7 orang. Kini kembali usaha ini dari awal lagi. Buka di samping pojok masjid Mujahidin Pamulang dengan manajemen Caca Handika, Angka Satu. Masak-masak sendiri. Cuci piring sendiri dan layanin sendiri. Lantaran tidak punya anak buah lagi seperti sebelum bencana Covid yang meluluhlantakan sendi ekonomi, terutama UMKM.

Pergelaran Pemilihan Umum (Pemilu) sudah tidak lama lagi, persisnya 14 Februari 2024. Di samping kontestasi para Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi maskot Pesta Demokrasi ini. Para Calon Legislatif (Caleg) dari tiga level (DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota), juga DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang akan membawa aspirasi rakyat di parlemen lewat partai politiknya masing-masing.

Karena Partai Politik representasi rakyat. Wajar saja jika dalam Jargon atau tema sentral yang diangkat dalam kampanyenya bernuansa atau memakai embel-embel Rakyat. Selain alat atau magnet mendulang suara rakyat agar parpolnya bisa mendudukan caleg terbaiknya di parlemen.

Pemilih yang cerdas dan memikirkan masa depannya, kehidupan lima tahun ke depan. Tentu tidak berpikir sesa’at, uang receh dalam menentukan pilihannya. Baik partai maupun personal calegnya. Seorang ustadz di Palembang dalam ceramahnya menyinggung politik uang. Perhitungan jumlah uang yang diterima oleh pemilih dengan durasi lima tahun. Katanya, ma’af lebih mahal biaya buang hajat di toilet umum. Tidak ada harganya sama sekali dalam kalkulasi dan analogi berfikir.

Tapi mentalitas pemilih atau rakyat kebanyakan tidak berfikir sejauh. Masih menganut NPWP (Nomor Piro, Wani Piro). Sangat pragmatis untuk kebutuhan hari ini, kebutuhan sesa’at. Sekali lagi, karena persoalan ekonomi yang sudah terlalu parah. Siapa yang salah. Tentu salah kita semua. Para pemain lapangan pemilu yang mencemari pemikiran mereka. Para Caleg tidak turun ke bawah, hanya cukup menyediakan uang dan memberikan utusan untuk transaksional suara.. Hal ini sudah lama berjalan. Begitu juga pada regulasi, dalam undang- undang mengatakan, bahwa memilih itu Hak Rakyat. Bukan Kewajiban Rakyat. Coba jika memilih itu dijadikan Kewajiban Bagi Setiap Warga Negara yang sudah mencapai persyaratan atau ketentuan. Mungkin lain lagi, karena kecintaan terhadap Indonesia termasuk menyalurkan partisipasi politiknya. Ini harus ditinjau ulang.

Maka wajar saja jika dia sudah terdaftar atau ditetapkan sebagai pemilih. Hal ini dianggapnya sebagai kupon BLT (Bantuan Langsung Tunai), jadi alat transaksi. Bisa dijual belikan dan bahkan sudah bisa diijon (bayar di muka). Lagi-lagi karena tuntutan kebutuhan ekonomi.

Di tengah keterpurukan ekonomi masyarakat dan banyak hak-hak atau aspirasi mereka terabaikan. PBB (Partai Bulan Bintang) mengusung Jargon atau Tema Sentral, PBB Menang Rakyat Senang. Tema sentral ini cukup mengena pada substansial persoalan dalam pergelutan kehidupan masyarakat. Tinggal lagi bagaimana konsistensi para caleg PBB jika kelak berhasil masuk parlemen membawa suara rakyat, memenuhi harapan rakyat sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan partai.

Menoleh ke belakang, ketika PBB sempat dua kali Pemilu masuk parlemen di Senayan. Dalam masa itu banyak produk regulasi (Undang-undang) yang dihasilkan dalam konteks untuk kepentingan rakyat. Begitu sebaliknya, ketika PBB absen di DPR RI (sudah 3 kali pemilu), produk regulasinya boleh dikatakan cukup langkah. Dari beberapa caleg DPR RI partai ini yang sempat diminta pendapatnya, cukup bagus pernyataannya, mengatakan bahwa mereka sudah punya konsep ketika terpilih nanti. Mereka akan masuk pada komisi sesuai dengan latarbelakang dan obsesinya yang bermuara untuk kepentingan rakyat.

Misalnya, merasa cukup terganggu ketika Biaya Haji naiknya melambung. Terkesan menghambat orang beribadah haji, padahal uang jema’ah haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) cukup besar, mencapai 165 triliun rupiah. Jika dikelola secara profesional dari uang sebesar itu, Biaya Haji tidak perlu dinaikan. Bahkan mungkin justeru bisa turun.

Begitu juga dalam pembiayaan pendidikan katanya. Meskipun sekolah sudah tidak berbayar, namun masih banyak kebutuhan sekolah anak memerlukan biaya tidak sedikit, terasa memberatkan. Sebut saja, katanya Pakaian, Transportasi setiap hari pergi pulang, makan siang, pulsa untuk di belajar di sekolah, uang Pramuka, uang OSIS, Studi Tour dan lain sebagainya.

Ini menurutnya, bagi masyarakat bawah cukup memberatkan. Sementara untuk biaya hidup mereka setiap hari masih mencari dan sulit.

Hal ini tentu perlu dipayungi dengan regulasi biar bisa dijalankan dengan baik. “Masih banyak sekali persoalan yang harus disesuaikan menyangkut kepentingan rakyat”, kata para caleg dari partai ini. Semoga. No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten