PENULIS : PUTRA ADITYA
Dalam kehidupan masyarakat modern, dunia bisnis telah menjadi pilar utama yang menawarkan peluang tak terbatas untuk mendapatkan keuntungan finansial serta keunggulan kompetitif di pasar. Kehadiran era digital telah mengubah transformasi sektor bisnis yang signifikan, terutama dalam ekonomi kreatif yang menjanjikan. Inovasi-inovasi baru terus bermunculan, memperluas jangkauan bisnis dan memberikan pengalaman belanja yang lebih menyenangkan dan efisien. Berkaitan dengan itu, hadirlah salah satu platform belanja online, yakni TikTok Shop yang tengah ramai menjadi bahan perbincangan di Indonesia, sebagai akibat dari penutupannya belum lama ini.
TikTok Shop, sebagai platform belanja online yang disediakan oleh media sosial TikTok, telah menarik minat konsumen dan pedagang di seluruh dunia. Di balik kesuksesannya, ada sosok yang tak bisa diabaikan, yaitu Zhang Yiming, pendiri perusahaan ByteDance Technology. Aplikasi TikTok, yang dikenal sebagai Douyin di negara asalnya, telah memunculkan sejumlah bintang di dunia digital, termasuk dr. Richard Lee, seorang content creator sukses yang berhasil mencetak rekor penjualan di TikTok Shop, dengan meraup Rp41.000.000.000,00 dari hasil penjualannya di live TikTok selama 23 jam non-stop.
Namun, popularitas dan keberhasilan TikTok Shop juga membawa sejumlah isu kontroversial, terutama terkait dengan dampaknya terhadap sektor UMKM lokal. Hingga akhirnya, Indonesia resmi menutup TikTok Shop, mengacu pada peraturan-peraturan perdagangan dan perizinan usaha melalui sistem elektronik yang telah ditetapkan sebelumnya. TikTok Shop ditutup, kehilangan atau peluang?
Semenjak diluncurkannya TikTok Shop pada September 2021, platform tersebut telah membuka peluang luas bagi masyarakat untuk memperkenalkan bisnis mereka dan menarik atensi publik, menghasilkan keuntungan yang signifikan. Banyak pengguna yang beralih ke platform ini karena TikTok Shop tidak hanya memberikan kesempatan berjualan, tetapi juga memberikan harga yang terjangkau dan layanan gratis ongkir. Penggunaan TikTok Shop semakin melonjak, dengan jumlah pengguna TikTok yang mencapai 318 miliar pada kuartal pertama 2020.
Namun, pada 4 Oktober 2023, TikTok Shop resmi diberhentikan oleh Teten Masduki, selaku Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 dan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang mengatur tentang perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Teten menuturkan bahwa saat ini izin Tiktok Shop hanya sebagai agen penjualan KP3A (Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing) yang tidak boleh berdagang. Sehingga, agar dapat berjualan, Tiktok Shop harus memiliki izin berdagang sesuai aturan hukum di Indonesia.
Kasus penutupan TikTok Shop menjadi perbincangan yang cukup panas di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian pihak mendukung penuh keputusan tersebut, namun hal tersebut berbanding terbalik bagi para pengguna TikTok Shop, terutama juga mereka yang kehilangan penghasilannya dari TikTok Shop merasakan suatu ketidakadilan. Banyak tanggapan positif dan negatif yang dilontarkan dari berbagai pihak. Para pemilik UMKM melihat bahwa fenomena ini membawa dampak positif bagi penjualan mereka, seperti banyaknya para konsumen yang beralih untuk membeli produk-produk lokal dibandingkan dengan membeli produk impor yang biasanya didatangkan dari negara Tiongkok. Mengutip dari apa yang telah dikatakan oleh Pak Jokowi, selaku presiden Republik Indonesia, bahwa perilaku konsumtif kita sudah dipegang dan diarahkan karena pembelian masif yang ada dalam aplikasi tersebut, sehingga mematikan banyak produk lokal, ‘predator pricing’.
Penutupan TikTok Shop sendiri, menjadi kebahagiaan bagi UMKM yang berjualan pada platform e-commerce lain. Hal ini diyakini Teten Masduki, selaku Menteri Koperasi, tidak akan merugikan UKM. “Kalau dengan penutupan TikTok Shop ini sebenarnya tidak terlalu mengganggu bagi para seller, karena para seller, para pelaku UMKM yang jualan online bisa memanfaatkan promo produknya di TikTok medsosnya. Kalau penjualannya direct kepada link misalnya di multiplatform jadi tidak lagi di TikTok Shop, bisa jualan di platform apa saja yang ada di Indonesia,” ungkap Teten.
Teten Masduki juga menambahkan bahwa penutupan TikTok Shop bukan sebagai larangan seseorang untuk berbisnis. Masih banyak platform e-commerce lain yang dapat dimanfaatkan para penjual untuk mendagangkan produk/dagangan mereka. Muhammad Faisal, seorang ekonom CORE mengatkan bahwa sebagian besar UMKM tidak terlibat pada TikTok Shop, tetapi lebih banyak di e-commerce lain. Harga yang ditawarkan oleh TikTok Shop juga sangat kompetitif dibandingkan UMKM lokal, karena itu akan muncul persaingan yang tidak sehat dengan adanya strategi predator pricing.
Banyak ungkapan kekecawaan yang diuntarkan oleh penjual terhadap fenomena ini. Seperti host toko 3sShop yang mengungkapkan kekecewaanya dengan menangis terisak-isak pada menit terakhir live streaming Toko 3sShop di Samarinda, Kalimantan Timur. Selain itu, banyak host live streaming, seorang pemandu dalam live session TikTok Shop yang berstatus unbrand. Artinya, host live tersebut tidak terikat dengan perusahaan apapun dalam mengiklankan produk mereka.
Setiap kejadian yang terjadi pasti mempunyai alasan, begitu juga dengan penutupan TikTok Shop. Penutupan ini disebabkan karena izin TikTok Shop hanya sebagai KP3A yang tidak memiliki wewenang untuk berdagang, hal ini disampaikan oleh Teten Masduki selaku menteri koperasi. Seharusnya mendirikan badan hukum di Indonesia dan memiliki izin baru sesuai dengan Permendag No.31 Tahun 2023, sehingga dapat melanjutkan pengoperasian TikTok Shop di Indonesia, sebagai upaya proteksi konsumen dan pengusaha dalam negeri.
Penutupan TikTok Shop memang memicu sejumlah perdebatan yang kompleks. Beberapa mendukung keputusan tersebut, merujuk pada penjualan produk luar negeri dengan harga murah yang memengaruhi UMKM lokal. Namun, sebagian lain mengkritik penutupan ini, menyoroti kehilangan lapangan kerja serta peran TikTok Shop dalam mempromosikan toko-toko yang baru berkembang.
Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan menyarankan penjual TikTok Shop untuk beralih ke platform e-commerce lain dengan fitur serupa, tetapi dengan penekanan pada peningkatan peraturan dan perlindungan UMKM dalam negeri. Penutupan TikTok Shop telah membawa perhatian terhadap pentingnya aturan hukum yang jelas dalam industri e-commerce untuk memastikan pertumbuhan yang adil dan sehat.
Dalam menghadapi era digital, kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif. Pendidikan dalam pemanfaatan teknologi dan promosi produk lokal juga diperlukan untuk membantu UMKM beradaptasi dengan perubahan. Perlindungan konsumen juga harus ditegakkan dalam setiap kebijakan yang diambil.
Dengan memanfaatkan momentum penutupan TikTok Shop, pemerintah dan pelaku usaha dapat bekerja sama untuk merumuskan regulasi yang mengedepankan keadilan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa keputusan ke depan akan memajukan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di era digital yang terus berkembang