BERITA NTB – Maraknya peraturan-peraturan yang dikeleuarkan Dewan Pers yang diduga akan mengkebiri kebebasan pers mendapat respon dari kalangan organisasi pers salah satu Organidasi Pers Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Nusa Tenggara Barat
Ketua Setwil Forum Pers Independent Indonesia (FPII) NTB Abd Rahim SH mengatakan,” bahwa kewenangan Dewan Pers diperoleh secara atribusi,artinya kewenangannya didapat melalui ketentuan dalam peraturan perundangan,dalam hal ini pasal 15 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
” Dalam menjalankan kewenangan, Dewan Pers tidak boleh melampaui batas kewenangan yang diatur dalam Pasal 15 UU Pers tersebut, ”kata Abd Rahim dalam diskusi terbatas dengan sejumlah Pengurus FPII Setwil NTB rabu malam (27/10) .
Ketua Setwil FPII NTB ini juga menjelaskan, manakala batas kewenangan itu dilanggar, maka kewenangan atributif Dewan Pers itu dapat saja menimbulkan celah hukum perbuatan melawan hukum.
Dia juga mencermati terdapat sejumlah Peraturan Dewan Pers terutama yang mengatur soal Uji Kompetensi Wartawan dan Sertifikasi Perusahaan Pers yang dapat saja dibatalkan dengan melalui gugatan Judicial Revieuw Non Litigasi melaluii Kementerian Hukum dan HAM.
” Setiap wartawan, Perusahaan pers, lebih-lebih Organisasi Profesi Wartawan seperti FPII memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan non litigasi melalui Kemenkumham ,” tandas Abd Rahim.
Dikatakannya, penyelesaian sengketa regulasi Dewan Pers secara non litigasi melalui Kemenkumham mnnjadi salah satu pilihan langkah hukum strategis, karena penyelesaiannya selain dibatasi waktu penyelesaian 14 hari kerja, proses penyelesaian sengketanya juga mudah diakses publik.
“Terkait gugatan non litigasi melalui kemenkumhan itu diatur dalam Permenkum HAM Nomor 12 Tahun 2017 tentang tatacara penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur non litigasi, ” ungkapnya
Dia juga mengakui saat ini Sekretaris Setwil NTB sedang menyiapkan diri Untuk melakukan Hak dan kewajiban kami sebagai PERS, yang nantinya akan disampaikan ke Presidium FPII sebagai usulan.
Terkait eksistensi lembaga profesi kewartawanan seperti FPII, termasuk Dewan Pers Independen (DPI) yang sudah dibentuk, maka perlu belajar atau menengok upaya hukum yang beberapa tahun lalu dilakukan oleh sejumlah lembaga profesi advokat yang meminta pengakuan negara dalam eksistensi organisasi.
” Waktu itu,negara hanya mengaku satu organisasi profesi advokat, namun akhirnya setelah melalui gugatan hukum yang berulang kali, akhirnya sampai saat ini semua organisasi profesi advokat diakui dan diberikan hak yang sama oleh pemerintah,” jelasnya.
Sebagai penutup dalam diskusi terbatas itu, Abd Rahim menegaskan, dengan tidak menafikan upaya-upaya yang telah dilakukan, maka solusi paling tepat adalah dengan lebih mengintensifkan atau memaksimalkan melalui jalur hukum. (Tim)
Komentar